Do’a dan Kenangan dari Oma

dwtjhpg
2 min readDec 21, 2020

--

Di Keluarga besarnya, Mieke Tangkilisan yang akrab dengan panggilan oma, Ibu yang baik untuk anaknya, Oma yang jenaka untuk cucu-cucunya dan sosok pribadi yang hangat telah meninggalkan jejak berkesan untuk orang-orang dilingkarannya.

Tanggal 16–12–2020 kurang lebih pukul 20:30, tangis pecah hadir melalui telepon genggam. Dengan tersedu sedan “Oma sudah engga ada” Ji. Aku terdiam, bergegas menutup laptop dan menuju ke stasiun kebayoran untuk menjemputnya dan bergegas ke salah satu Rumah Sakit ditempat peristirahatan Oma. Sesampai dirumah sakit, kembali lagi, tangis pecah lagi, sujud, ada penyesalan, meminta maaf atas semua kesalahan-kesalahan.

Malam sebelum mendapatkan kabar, kami berbincang mengenai oma, dia selalu berapi-api sekali jika bercerita soal oma, kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oma, hal-hal yang sering menjadi rutinitas oma, memutar lagu-lagu klasik, memasak cilok, meminum teh hangat di sore hari, menghabiskan waktu dengan bercengkrama dengan cucu-cucunya. Dan, tak lupa pula memakai sendal swallow kemanapun beliau pergi. Nyaris tak ada satupun kudengar cerita buruk tentang oma, kebaikannya hampir dirasakan setiap orang yang berada disekitarnya, orang-orang pasar, tukang parkir di gerai indomaret, orang-orang yang membantu oma dirumah dan masih banyak lagi yang terlibat merasa kehilangan atas itu.

Di hari Jum’at, di hari yang baik, tak peduli dari suku apapun, tak peduli dari agama apapun, hampir semua berkumpul, para keluarga besar, orang-orang yang berada disekitar oma ikut mengantarkan oma ke peristirahatan terakhirnya, beragam do’a beserta harapan untuk oma. Dan akhirnya usai juga, segala bentuk kebaikanmu selalu abadi dan terkenang.

Salam hormat untukmu, tenang di sorga sana, Oma.

Jakarta, 2020

--

--